Latest Movie :

Soegija (2012)

Apa yang akan Anda harapkan dari sebuah film yang berjudul Soegija – atau film-film yang menggunakan nama salah satu karakter dalam cerita sebagai judul filmnya? Tentu saja, jawaban paling sederhana adalah Anda akan mengharapkan karakter tersebut menjadi tumpuan utama cerita dimana para penonton akan diberi kesempatan untuk mengenal lebih dekat siapa karakter tersebut dan kemungkinan besar akan menjadi karakter utama dalam pengisahan jalan cerita film tersebut. Sayangnya, hal tersebut tidak terjadi pada Soegija. Lewat press release dan beberapa konferensi pers yang diadakan oleh Garin Nugroho dalam rangka memperkenalkan film ini, ia berulangkali mengungkapkan bahwa Soegija bukanlah sebuah film biografi. Soegija lebih bercerita mengenai sifat nasionalisme sang karakter dan perjuangannya dalam membantu perjuangan rakyat Indonesia dalam meraih kemerdekaan – lewat cara diplomasi – melalui deretan karakter yang hadir dalam cerita film ini. Dan memiliki porsi yang jauh lebih banyak daripada sang karakter yang namanya dijadikan judul film.

Jelas bukan kesalahan penonton jika kemudian mereka menganggap Soegija adalah sebuah kesalahan penceritaan yang fatal, dimana mereka mengenal seorang karakter bernama lengkap Albertus Soegijapranata yang merupakan seorang penganut Katolik pribumi Jawa pertama yang diawal tahun ‘40an diangkat langsung oleh Vatikan sebagai seorang uskup, hanya melalui adegan naratif yang terletak di awal film. Soegija sama sekali tidak memberi kesempatan bagi penontonnya untuk mengenal siapa seorang Soegijapranata sebenarnya, mengapa Vatikan sampai memilihnya sebagai seorang uskup, bagaimana ia menggunakan posisi tersebut untuk membantu para warga disekitarnya atau bagaimana cara pandang seorang Soegijapranata dalam berdiplomasi dan membantu Republik Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya. Sekali lagi, Soegija tidak pernah memberikan kesempatan bagi penonton untuk mengenal siapa karakter pahlawan nasional ini lewat jalan penceritaannya.

Baiklah. Mari kesampingkan keanehan pemilihan judul yang sangat jauh melenceng dari jalan cerita yang dihadirkan. Garin ingin menghadirkan Soegija sebagai sebuah paparan mengenai sebuah periode dalam kehidupan Soegijapranata yang didalamnya mengandung nilai-nilai kepahlawanan, nasionalisme dan multikultural yang diwakili lewat deretan kisah karakter-karakter lain yang hadir di sepanjang film yang berudrasi 115 menit ini. Selain karakter dan sekelumit kisah Soegijapranata yang diperankan – dengan sangat tidak mengesankan – oleh Nirwan Dewanto, Soegija juga berisi kisah dari karakter-karakter lain seperti Mariyem (Annisa Hertami) yang terpisahkan dengan sang kakak, Maryono (Muhammad Abbe), akibat peperangan yang berkecamuk; hubungan persahabatan (yang menjurus romansa) antara Mariyem dengan seorang wartawan Belanda, Hendrick van Maurick (Wouter Braaf); seorang tentara Belanda yang rasis, Robert (Wouter Zweers); seorang gadis Tionghoa, Ling Ling (Andrea Reva), yang berpisah dari ibunya (Olga Lydia); seorang warganegara Jepang misterius, Nobuzuki (Nobuyuki Suzuki); seorang penyiar berita radio, Pak Besut (Margono) serta seorang gerilyawan terbelakang, Banteng (Andriano Fidelis). Semua karakter ini dan kisah yang terjadi pada mereka berlatar belakang Indonesia di masa transisi antara penjajahan Belanda dengan penjajahan Jepang yang kemudian diwarnai dengan masa kemerdekaan sebelum pihak Belanda akhirnya kembali melakukan agresi militer.

Dengan deretan karakter diatas, dan kisah-kisah mereka, jelas Soegija bukanlah sebuah film yang akan mampu mengangkat dan membahas satu karakter secara utuh. Garin memaksudkan agar kisah-kisah dari para karakter tersebut mewakili segala perjuangan dan sifat karakter Soegijapranata dalam perjuangannya. Dan gagal. Satu per satu kisah dan karakter tersebut dihadirkan secara bergantian tanpa pernah mendapatkan eksplorasi kisah dan karakterisasi yang mendalam. Penonton seperti dibingungkan oleh karakter mana yang harus menjadi fokus perhatian karena tidak ada satupun diantara karakter maupun kisah tersebut tampil prima dan menarik. Kedangkalan inilah yang kemudian menyebabkan Soegija terasa miskin akan aliran emosional.

Jelas, orang yang paling patut dipertanyakan (baca: dipersalahkan) adalah mereka yang berada di balik penulisan naskah film ini, Garin Nugroho sendiri yang dibantu dengan Armantono – yang mungkin telah Anda benci secara tidak sadar lewat karya-karyanya seperti Love is Cinta (2007), Love Story (2011) dan Di Bawah Lindungan Ka’bah (2011). Garin dan Armantono sepertinya tidak tahu apa yang persisnya mereka inginkan untuk film ini. Jalan cerita Soegija terombang-ambing antara satu karakter dengan karakter lainnya yang kemudian dijalin dengan kata-kata mutiara yang dituliskan oleh Soegijapranata maupun deretan adegan komedi antara karakter tersebut dengan asisten setianya, Toegimin (Butet Kartaredjasa). Ini masih ditambah dengan kecenderungan Armantono untuk menghadirkan adegan bernuansa cheesy lewat deretan adegan kematian, perpisahan, kesedihan atau tangisan yang mewarnai Soegija.

Bagian-bagian Soegija yang dapat melangkah keluar dengan kepala tegak atas hasil film ini hanyalah bagian-bagian teknikal film. Departemen artistik dan kamera berhasil menciptakan sebuah pemandangan Indonesia di era ’40 dan ‘50an yang begitu indah dan autentik. Tata musik arahan Djaduk Ferianto juga merupakan bagian lain yang mampu menghasilkan kualitas kelas atas. Sementara itu, departemen akting film ini tidak terlalu berhasil dalam menghantarkan peranannya. Selain Nirwan Dewanto yang tampil begitu kaku dan tanpa kharisma, pemeran-pemeran lain tampil dengan kemampuan akting yang terlalu teatrikal sehingga seringkali terasa kurang alami dan berlebihan pada kebanyakan adegan.

Mengapa seorang sutradara yang dikenal berani seperti Garin Nugroho tidak lantas membuat Soegija sebagai sebuah film biografi dimana ia dapat mengenalkan sang karakter tersebut, sifat-sifat, pemikiran sekaligus perjuangannya bagi masyarakat Indonesia secara lebih mendalam? Mungkin pertanyaan tersebut hanya akan menjadi sebuah misteri. Namun, hasil akhir Soegija jelas merupakan sebuah kekecewaan yang mendalam. Karakter Soegijapranata hanya dihadirkan sebagai sesosok dengan pemikiran dan kebijaksanaan mendalam tanpa pernah ditampilkan secara gamblang dan kuat. Apakah penonton diharapkan untuk memberikan rasa hormat dan kagum mereka hanya melalui rangkaian kata-kata mutiara dan bijaksana Soegijapranata yang dihadirkan di sepanjang film? Sementara itu, karakter-karakter lain juga turut hadir dalam rangkaian kisah dan karakter yang benar-benar dangkal. Setelah Mata Tertutup yang cerdas, kuat dan berani di awal tahun, Soegija jelas adalah sebuah hasil yang sangat, sangat mengecewakan.

   Rating IMDB     :  6.6/10  (Detail IMDB)
   Tanggal Rilis    :  7 June 2012 (Indonesia)
   Kualitas Video  :  VCDrip (BAGUS)
   Bintang             :  Nirwan Dewanto, Annisa Hertami
   Genre               :  Drama | History | War
   Size                  :  450MB MKV  
 
Indowebster-VCDrip-450MB-MKV  : 
PASSWORD : oliphdhian
Download File
Torrent-HDRip-700MB-Avi  (Single File) : 
Download File
Mediafire Alternatif Link HDRip
----------------------------------------------
Jika Linknya Rusak 
atau bingung cara downloadnya 
informasikan Disini (Klik Disini)
----------------------------------------------
NOTE:
Terima Kasih
----------------------------------------------


Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Kumpulan Film Bioskop - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger