Karena satu dan lain hal, sebuah film yang berjudul Radio Galau FM sama sekali tidak berkisah maupun menyinggung mengenai kehidupan di dunia radio. Satu-satunya hal yang berkaitan dengan radio di film ini adalah ketika karakter utamanya mendengarkan sebuah program radio yang penyiarnya berusaha untuk mengumpulkan para pendengarnya yang sedang mengalami kegalauan hati. Radio Galau FM justru merupakan sebuah drama komedi romantis yang berorientasi pada kehidupan percintaan di usia remaja yang dialami para karakternya. Menjadi remaja – suatu periode ketika manusia sedang berusaha mencari jati dirinya – memang bukanlah sebuah proses yang mudah untuk dijalani. But seriously… apakah romansa di kalangan remaja modern memang semengerikan apa yang digambarkan di dalam film ini?
Bara Mahesa (Dimas Anggara) adalah karakter utama dalam jalan cerita Radio Galau FM ini. Sosok pemuda pelajar sekolah menengah atas ini memiliki penampilan fisik cukup lumayan namun sayangnya memiliki riwayat percintaan yang tidak begitu menyenangkan. Setelah tiga tahun tidak memiliki kekasih – dan selalu merasa uring-uringan karenanya, Bara kemudian berkenalan dengan adik kelasnya yang bernama Velin Caliandra (Natasha Rizki). Singkat cerita, dari awalnya berteman, Bara akhirnya merasa bahwa Velin adalah sosok yang sempurna untuk menjadi kekasihnya. Bara dan Velin kemudian resmi pacaran. Sayangnya… setelah beberapa saat, Bara mulai menyadari kalau Velin tidak sesempurna yang ia bayangkan.
Hubungan Bara dengan Velin semakin menjauh ketika Bara mengenal kakak kelasnya yang bernama Diandra Pramita (Alisia Rininta). Seperti halnya Bara, Diandra sedang mengalami masalah dalam kehidupan percintaannya. Ia menganggap kekasihnya, yang merupakan seorang mahasiswa, tidak pernah mampu mengerti akan dirinya. Merasa senasib, Bara dan Diandra akhirnya menjadi sepasang kekasih – terlepas dari fakta bahwa mereka masing-masing juga masih memiliki pasangan masing-masing. Sial bagi Bara, Diandra juga tidak sesempurna yang ia bayangkan. Akhirnya, kini Bara terjebak dalam kegalauan perasaan diri sendiri atas berbagai problematika romansa yang ia alami.
Radio Galau FM sendiri diadaptasi dari buku berjudul sama karya Bernard Batubara yang berisi kumpulan cerita pendek bertemakan kegalauan hati (baca: kerisauan hati – jika Anda masih asing dengan kata galau) penulisnya ketika berhadapan dengan berbagai problema cinta. Sama seperti Poconggg Juga Pocong (2011), cerita-cerita pendek yang terangkum dalam buku Radio Galau FM sendiri terinpirasi dari kumpulan tweet bertema sama yang dikaryakan oleh Bernard melalui akun Twitter-nya @RadioGalauFM yang telah memiliki puluhan ribu followers tersebut. Radio Galau FM mungkin dimaksudkan sebagai sebuah film drama komedi romansa yang mampu menangkap berbagai fenomena percintaan yang terjadi kalangan remaja modern. Alih-alih menjadi sebuah film dengan kesan romansa yang hangat, Radio Galau FM justru terkesan datar dalam penceritaan dramanya yang mengekploitasi kisah drama percintaan remaja yang dilakukan secara berlebihan serta diisi dengan sifat karakter-karakter yang begitu mengganggu.
Beberapa orang mungkin akan berargumen bahwa karakter-karakter yang dihadirkan dalam Radio Galau FM adalah deretan karakter yang sesuai dengan sikap kaum remaja saat ini – khususnya ketika berkaitan dengan masalah percintaan. Namun tetap saja, perubahan-perubahan sikap yang dialami karakter Velin dan Diandra, misalnya, setelah mereka menempuh masa berpacaran dengan karakter Bara, lebih cenderung terlihat sebagai klise dan mengada-ada daripada sebagai gambaran remaja modern yang akurat. Karakter Bara, yang seharusnya mendapatkan rasa simpati dari penonton atas berbagai perjuangan dan masalah cinta yang ia alami, juga mengalami perubahan sikap dan karakter mendadak di pertengahan film. Bara yang seharusnya menjadi romantic hero justru berubah menjadi sosok plin-plan yang akhirnya justru menelan karma percintaannya sendiri. Penggambaran sikap remaja modern? Boleh saja. Namun rasa kesulitan untuk memiliki hubungan emosional terhadap para karakter dalam sebuah jalan cerita jelas bukan sebuah hal yang dapat diabaikan begitu saja.
Setidaknya, karakter-karakter dalam Radio Galau FM setidaknya mampu dibawakan dengan baik oleh para jajaran pemerannya. Dimas Anggara jelas belum memiliki daya tarik yang kuat untuk diletakkan di garda terdepan penampilan sebuah film. Walau begitu, Iqbal Rais mampu membuat Dimas mengeluarkan penampilan terbaiknya untuk tampil sebagai karakter utama. Hal yang sama juga berlaku bagi dua pendamping Dimas, Natasha Rizki dan Alisia Rininta. Yang paling mampu mencuri perhatian jelas adalah penampilan Joehana Sutisna yang berperan sebagai karakter ayah Bara. Kehadirannya dalam setiap adegan mampu tampil begitu komikal dan memancing hiburan yang maksimal.
Radio Galau FM memiliki kualitas produksi yang jelas tidak mengecewakan, baik dari segi tata audio maupun visual. Andhika Triyadi, sekali lagi, membuktikan bahwa dirinya adalah seorang komposer musik yang sangat mampu meracik tatanan musik yang mampu mengisi kekosongan emosional sebuah jalinan cerita. Tata musik Andhika sendiri tidak semaksimal yang ia tampilkan dalam Hari Untuk Amanda (2010) maupun Perahu Kertas (2012). Namun sangatlah jelas terasa bahwa ketika komposisi musik arahan Andhika mulai menyeruak diantara jalinan cerita, Radio Galau FM berhasil muncul menjadi sebuah presentasi cerita yang lebih baik.
Mungkin Radio Galau FM bekerja secara berbeda bagi mereka yang memang menjadi target penonton utama dari film ini. Pun begitu, tidak dapat disangkal bahwa – terlepas dari kemampuan Haqi Achmad sebagai penulis naskah film dalam meramu dialog-dialog romansa cheesy menjadi begitu menghibur serta keberhasilan Iqbal Rais dalam mengarahkan para pemainnya serta kualitas produksi film ini secara keseluruhan – Radio Galau FM memiliki kelemahan yang begitu besar pada jalinan ceritanya yang dangkal dan klise serta karakter-karakter yang jauh dari kesan mudah untuk disukai. Bukanlah sebuah presentasi yang buruk, namun jelas masih jauh dari kualitas yang istimewa.
Rating IMDB : 7.8/10 (Detail IMDB)
NOTE:
Bara Mahesa (Dimas Anggara) adalah karakter utama dalam jalan cerita Radio Galau FM ini. Sosok pemuda pelajar sekolah menengah atas ini memiliki penampilan fisik cukup lumayan namun sayangnya memiliki riwayat percintaan yang tidak begitu menyenangkan. Setelah tiga tahun tidak memiliki kekasih – dan selalu merasa uring-uringan karenanya, Bara kemudian berkenalan dengan adik kelasnya yang bernama Velin Caliandra (Natasha Rizki). Singkat cerita, dari awalnya berteman, Bara akhirnya merasa bahwa Velin adalah sosok yang sempurna untuk menjadi kekasihnya. Bara dan Velin kemudian resmi pacaran. Sayangnya… setelah beberapa saat, Bara mulai menyadari kalau Velin tidak sesempurna yang ia bayangkan.
Hubungan Bara dengan Velin semakin menjauh ketika Bara mengenal kakak kelasnya yang bernama Diandra Pramita (Alisia Rininta). Seperti halnya Bara, Diandra sedang mengalami masalah dalam kehidupan percintaannya. Ia menganggap kekasihnya, yang merupakan seorang mahasiswa, tidak pernah mampu mengerti akan dirinya. Merasa senasib, Bara dan Diandra akhirnya menjadi sepasang kekasih – terlepas dari fakta bahwa mereka masing-masing juga masih memiliki pasangan masing-masing. Sial bagi Bara, Diandra juga tidak sesempurna yang ia bayangkan. Akhirnya, kini Bara terjebak dalam kegalauan perasaan diri sendiri atas berbagai problematika romansa yang ia alami.
Radio Galau FM sendiri diadaptasi dari buku berjudul sama karya Bernard Batubara yang berisi kumpulan cerita pendek bertemakan kegalauan hati (baca: kerisauan hati – jika Anda masih asing dengan kata galau) penulisnya ketika berhadapan dengan berbagai problema cinta. Sama seperti Poconggg Juga Pocong (2011), cerita-cerita pendek yang terangkum dalam buku Radio Galau FM sendiri terinpirasi dari kumpulan tweet bertema sama yang dikaryakan oleh Bernard melalui akun Twitter-nya @RadioGalauFM yang telah memiliki puluhan ribu followers tersebut. Radio Galau FM mungkin dimaksudkan sebagai sebuah film drama komedi romansa yang mampu menangkap berbagai fenomena percintaan yang terjadi kalangan remaja modern. Alih-alih menjadi sebuah film dengan kesan romansa yang hangat, Radio Galau FM justru terkesan datar dalam penceritaan dramanya yang mengekploitasi kisah drama percintaan remaja yang dilakukan secara berlebihan serta diisi dengan sifat karakter-karakter yang begitu mengganggu.
Beberapa orang mungkin akan berargumen bahwa karakter-karakter yang dihadirkan dalam Radio Galau FM adalah deretan karakter yang sesuai dengan sikap kaum remaja saat ini – khususnya ketika berkaitan dengan masalah percintaan. Namun tetap saja, perubahan-perubahan sikap yang dialami karakter Velin dan Diandra, misalnya, setelah mereka menempuh masa berpacaran dengan karakter Bara, lebih cenderung terlihat sebagai klise dan mengada-ada daripada sebagai gambaran remaja modern yang akurat. Karakter Bara, yang seharusnya mendapatkan rasa simpati dari penonton atas berbagai perjuangan dan masalah cinta yang ia alami, juga mengalami perubahan sikap dan karakter mendadak di pertengahan film. Bara yang seharusnya menjadi romantic hero justru berubah menjadi sosok plin-plan yang akhirnya justru menelan karma percintaannya sendiri. Penggambaran sikap remaja modern? Boleh saja. Namun rasa kesulitan untuk memiliki hubungan emosional terhadap para karakter dalam sebuah jalan cerita jelas bukan sebuah hal yang dapat diabaikan begitu saja.
Setidaknya, karakter-karakter dalam Radio Galau FM setidaknya mampu dibawakan dengan baik oleh para jajaran pemerannya. Dimas Anggara jelas belum memiliki daya tarik yang kuat untuk diletakkan di garda terdepan penampilan sebuah film. Walau begitu, Iqbal Rais mampu membuat Dimas mengeluarkan penampilan terbaiknya untuk tampil sebagai karakter utama. Hal yang sama juga berlaku bagi dua pendamping Dimas, Natasha Rizki dan Alisia Rininta. Yang paling mampu mencuri perhatian jelas adalah penampilan Joehana Sutisna yang berperan sebagai karakter ayah Bara. Kehadirannya dalam setiap adegan mampu tampil begitu komikal dan memancing hiburan yang maksimal.
Radio Galau FM memiliki kualitas produksi yang jelas tidak mengecewakan, baik dari segi tata audio maupun visual. Andhika Triyadi, sekali lagi, membuktikan bahwa dirinya adalah seorang komposer musik yang sangat mampu meracik tatanan musik yang mampu mengisi kekosongan emosional sebuah jalinan cerita. Tata musik Andhika sendiri tidak semaksimal yang ia tampilkan dalam Hari Untuk Amanda (2010) maupun Perahu Kertas (2012). Namun sangatlah jelas terasa bahwa ketika komposisi musik arahan Andhika mulai menyeruak diantara jalinan cerita, Radio Galau FM berhasil muncul menjadi sebuah presentasi cerita yang lebih baik.
Mungkin Radio Galau FM bekerja secara berbeda bagi mereka yang memang menjadi target penonton utama dari film ini. Pun begitu, tidak dapat disangkal bahwa – terlepas dari kemampuan Haqi Achmad sebagai penulis naskah film dalam meramu dialog-dialog romansa cheesy menjadi begitu menghibur serta keberhasilan Iqbal Rais dalam mengarahkan para pemainnya serta kualitas produksi film ini secara keseluruhan – Radio Galau FM memiliki kelemahan yang begitu besar pada jalinan ceritanya yang dangkal dan klise serta karakter-karakter yang jauh dari kesan mudah untuk disukai. Bukanlah sebuah presentasi yang buruk, namun jelas masih jauh dari kualitas yang istimewa.
Rating IMDB : 7.8/10 (Detail IMDB)
Tanggal Rilis : 13 September 2012 (Indonesia)
Kualitas Video : VCDrip (BAGUS)
Bintang : Dimas Anggara, Natasha Rizki
Genre : Comedy | Drama
Bintang : Dimas Anggara, Natasha Rizki
Genre : Comedy | Drama
----------------------------------------------
Jika Linknya Rusak
Jika Linknya Rusak
atau bingung cara downloadnya
informasikan Disini (Klik Disini)
----------------------------------------------
Terima Kasih
Posting Komentar