Empat orang sutradara muda film Indonesia menulis dan menyutradarai lima film pendek yang mencoba untuk menggambarkan kelamnya sisi-sisi kehidupan di kota Jakarta. Tidak seperti kebanyakan film-film omnibus lain yang akhir-akhir ini banyak diproduksi di Indonesia – yang semoga hanya merupakan menjadi sebuah alternatif bentuk kreativitas lain dari para insan film Indonesia dan bukan karena terlalu malas atau ketidakmampuan untuk memproduksi sebuah film panjang – lima kisah pendek yang dihantarkan dalam Dilema tidak diceritakan secara bergantian. Kelima kisah pendek tersebut berjalan beriringan satu sama lain hingga membentuk satu benang merah yang akhirnya mampu menghubungkan kelima cerita tersebut.
Empat kepala dengan empat jalan pemikiran yang berbeda mencoba untuk menghasilkan lima kisah yang akhirnya membentuk sebuah kesatuan. Jelas sebuah tantangan yang cukup kompleks. Sayangnya, seperti yang ditunjukkan oleh kualitas penceritaan Dilema, keempat sutradara tersebut – Adilla Dimitri, Robert Ronny, Robby Ertanto Soediskam dan Rinaldy Puspoyo – gagal untuk membentuk sebuah kesatuan yang menarik dari kelima cerita yang mereka arahkan. Secara perlahan, lima kisah yang tersedia dalam Dilema memang mampu mengkristal dalam satu jalinan cerita. Namun, perjalanan untuk menuju penyatuan lima kisah yang berbeda itulah yang menjadi masalah terbesar bagi film ini. Walau kelimanya memegang tema kekelaman cerita yang sama, tapi kelima kisah pendek dalam Dilema berlari dalam lima nada penceritaan yang berbeda – yang membuat film ini gagal untuk membentuk sebuah hubungan emosional kuat dengan para penontonnya.
Kisah pertama dalam Dilema hadir dalam wujud kisah pendek berjudul The Officer. Bagian ini mengisahkan mengenai seorang polisi muda nan idealis serta baru diangkat menjadi seorang reserse, Ario (Ario Bayu), dalam perjalanan hari pertamanya bekerja dengan seorang polisi senior, Bowo (Tio Pakusadewo). Perjalanan keduanya ternyata mampu memberikan banyak pengalaman baru bagi Ario, sekaligus membuka matanya bahwa kebenaran tidak selalu dapat dilihat dari sisi hitam dan putih. Kisah tersebut diikuti dan berhubungan secara langsung dengan kisah Garis Keras, sebuah penceritaan mengenai seorang pemuda relijius, Ibnu (Baim Wong), yang menemukan dirinya terjebak dalam berbagai tindakan ekstrimis akibat pengaruh sahabatnya, Said (Winky Wiryawan).
Kisah ketiga, Rendezvous, mengisahkan mengenai Dian (Pevita Pearce), seorang gadis muda yang mencoba menghilangkan segala kejenuhan dan kegalauan hatinya dengan berlibur ke sebuah pulau wisata. Disana, ia kemudian berkenalan dengan Rima (Wulan Guritno), seorang wanita yang akan membawa ingatan Dian kembali ke memori kelam masa lalunya. Lalu ada The Big Boss, yang berkisah mengenai seorang arsitek muda dan sukses, Adrian (Reza Rahadian), yang di suatu hari menyadari bahwa dirinya memiliki hubungan tak terpisahkan dengan seorang pemimpin kelompok mafia kota Jakarta, Sonny Wibisono (Roy Marten). Kisah terakhir dalam omnibus ini hadir lewat The Gambler, yang mengisahkan mengenai Sigit (Slamet Rahardjo Djarot) yang kembali ke kekelaman dunia judi demi membayar sebuah hutang pribadinya di masa lalu.
Jika dibandingkan dengan kebanyakan film drama yang banyak dirilis di Indonesia, Dilema jelas merupakan sebuah tantangan tersendiri. Tidak hanya dalam rancangan penceritaannya yang mencoba untuk menggabungkan lima elemen cerita yang berbeda dalam sebuah lini masa penceritaan yang serupa, namun kisah-kisah yang dihadirkan dalam film ini juga sama sekali tidak menawarkan hadirnya emosi apapun kepada para penontonnya kecuali rasa depresi yang mendalam. Kelam. Atmosfer depresif itu sendiri tidak hanya datang dari kelima kisah yang hadir. Sebagian penonton kemungkinan besar akan menemukan diri mereka merasa depresi akibat lima jalan penceritaan yang berbeda dari keempat sutradara yang sepertinya dipaksakan untuk serasi satu sama lain dan akhirnya gagal untuk membentuk chemistry yang tepat. Mungkin penceritaan Dilema akan menjadi lebih mudah dicerna jika kelima cerita diceritakan dalam lima porsi penceritaan yang berbeda dan tidak saling berhubungan satu sama lain.
Bagian terbaik dari Dilema – walaupun tidak sepenuhnya bebas… dilema – adalah penampilan dari penisi departemen akting film ini. Dipenuhi dengan nama-nama aktor dan aktris papan atas industri film Indonesia yang telah banyak dikenal selalu mampu menghantarkan permainan akting mereka dengan baik, departemen akting Dilema mampu tampil meyakinkan, terlepas dari penampilan Abimana Arya yang terkurung pada imej seorang Andi yang ia tampilkan dalam Catatan Harian Si Boy (2011) atau Pervita Pearce yang kadang kurang mampu untuk menggalio permainan ekspresi dan emosionalnya. Sinematografi arahan Yudi Datau juga mampu memberikan kelembutan gambar di tengah-tengah himpitan rasa depresif yang dirasakan penonton atas jalan cerita film ini.
Secara keseluruhan, Dilema terlihat sebagai sebuah film dengan ambisi besar namun sayangnya dieksekusi dengan cara yang terlalu klise. Eksplorasi yang dilakukan pada lima kisah yang bernuansa kelam terasa dangkal akibat kurangnya pendalaman cerita serta pendalaman karakter yang disajikan di sepanjang film. Kurang mampunya setiap cerita untuk berbaur antara satu sama lain juga seringkali membuat Dilema sulit untuk dicerna dan membentuk hubungan emosional kepada para penontonnya. Hasilnya, Dilema justru benar-benar memberikan sebuah dilema baru bagi para penontonnya: sebuah sajian dengan jalan cerita kelam yang sama sekali tidak dapat dirasakan sentuhannya oleh para penonton. Mati rasa.
Empat kepala dengan empat jalan pemikiran yang berbeda mencoba untuk menghasilkan lima kisah yang akhirnya membentuk sebuah kesatuan. Jelas sebuah tantangan yang cukup kompleks. Sayangnya, seperti yang ditunjukkan oleh kualitas penceritaan Dilema, keempat sutradara tersebut – Adilla Dimitri, Robert Ronny, Robby Ertanto Soediskam dan Rinaldy Puspoyo – gagal untuk membentuk sebuah kesatuan yang menarik dari kelima cerita yang mereka arahkan. Secara perlahan, lima kisah yang tersedia dalam Dilema memang mampu mengkristal dalam satu jalinan cerita. Namun, perjalanan untuk menuju penyatuan lima kisah yang berbeda itulah yang menjadi masalah terbesar bagi film ini. Walau kelimanya memegang tema kekelaman cerita yang sama, tapi kelima kisah pendek dalam Dilema berlari dalam lima nada penceritaan yang berbeda – yang membuat film ini gagal untuk membentuk sebuah hubungan emosional kuat dengan para penontonnya.
Kisah pertama dalam Dilema hadir dalam wujud kisah pendek berjudul The Officer. Bagian ini mengisahkan mengenai seorang polisi muda nan idealis serta baru diangkat menjadi seorang reserse, Ario (Ario Bayu), dalam perjalanan hari pertamanya bekerja dengan seorang polisi senior, Bowo (Tio Pakusadewo). Perjalanan keduanya ternyata mampu memberikan banyak pengalaman baru bagi Ario, sekaligus membuka matanya bahwa kebenaran tidak selalu dapat dilihat dari sisi hitam dan putih. Kisah tersebut diikuti dan berhubungan secara langsung dengan kisah Garis Keras, sebuah penceritaan mengenai seorang pemuda relijius, Ibnu (Baim Wong), yang menemukan dirinya terjebak dalam berbagai tindakan ekstrimis akibat pengaruh sahabatnya, Said (Winky Wiryawan).
Kisah ketiga, Rendezvous, mengisahkan mengenai Dian (Pevita Pearce), seorang gadis muda yang mencoba menghilangkan segala kejenuhan dan kegalauan hatinya dengan berlibur ke sebuah pulau wisata. Disana, ia kemudian berkenalan dengan Rima (Wulan Guritno), seorang wanita yang akan membawa ingatan Dian kembali ke memori kelam masa lalunya. Lalu ada The Big Boss, yang berkisah mengenai seorang arsitek muda dan sukses, Adrian (Reza Rahadian), yang di suatu hari menyadari bahwa dirinya memiliki hubungan tak terpisahkan dengan seorang pemimpin kelompok mafia kota Jakarta, Sonny Wibisono (Roy Marten). Kisah terakhir dalam omnibus ini hadir lewat The Gambler, yang mengisahkan mengenai Sigit (Slamet Rahardjo Djarot) yang kembali ke kekelaman dunia judi demi membayar sebuah hutang pribadinya di masa lalu.
Jika dibandingkan dengan kebanyakan film drama yang banyak dirilis di Indonesia, Dilema jelas merupakan sebuah tantangan tersendiri. Tidak hanya dalam rancangan penceritaannya yang mencoba untuk menggabungkan lima elemen cerita yang berbeda dalam sebuah lini masa penceritaan yang serupa, namun kisah-kisah yang dihadirkan dalam film ini juga sama sekali tidak menawarkan hadirnya emosi apapun kepada para penontonnya kecuali rasa depresi yang mendalam. Kelam. Atmosfer depresif itu sendiri tidak hanya datang dari kelima kisah yang hadir. Sebagian penonton kemungkinan besar akan menemukan diri mereka merasa depresi akibat lima jalan penceritaan yang berbeda dari keempat sutradara yang sepertinya dipaksakan untuk serasi satu sama lain dan akhirnya gagal untuk membentuk chemistry yang tepat. Mungkin penceritaan Dilema akan menjadi lebih mudah dicerna jika kelima cerita diceritakan dalam lima porsi penceritaan yang berbeda dan tidak saling berhubungan satu sama lain.
Bagian terbaik dari Dilema – walaupun tidak sepenuhnya bebas… dilema – adalah penampilan dari penisi departemen akting film ini. Dipenuhi dengan nama-nama aktor dan aktris papan atas industri film Indonesia yang telah banyak dikenal selalu mampu menghantarkan permainan akting mereka dengan baik, departemen akting Dilema mampu tampil meyakinkan, terlepas dari penampilan Abimana Arya yang terkurung pada imej seorang Andi yang ia tampilkan dalam Catatan Harian Si Boy (2011) atau Pervita Pearce yang kadang kurang mampu untuk menggalio permainan ekspresi dan emosionalnya. Sinematografi arahan Yudi Datau juga mampu memberikan kelembutan gambar di tengah-tengah himpitan rasa depresif yang dirasakan penonton atas jalan cerita film ini.
Secara keseluruhan, Dilema terlihat sebagai sebuah film dengan ambisi besar namun sayangnya dieksekusi dengan cara yang terlalu klise. Eksplorasi yang dilakukan pada lima kisah yang bernuansa kelam terasa dangkal akibat kurangnya pendalaman cerita serta pendalaman karakter yang disajikan di sepanjang film. Kurang mampunya setiap cerita untuk berbaur antara satu sama lain juga seringkali membuat Dilema sulit untuk dicerna dan membentuk hubungan emosional kepada para penontonnya. Hasilnya, Dilema justru benar-benar memberikan sebuah dilema baru bagi para penontonnya: sebuah sajian dengan jalan cerita kelam yang sama sekali tidak dapat dirasakan sentuhannya oleh para penonton. Mati rasa.
Tanggal Rilis : 23 February 2012 (Indonesia)
Kualitas Video : DVDrip (BAGUS)
Bintang : Kenes Andari, Abimana Arya
Genre : Crime | Drama
Bintang : Kenes Andari, Abimana Arya
Genre : Crime | Drama
----------------------------------------------
Jika Linknya Rusak
Jika Linknya Rusak
atau bingung cara downloadnya
informasikan Disini (Klik Disini)
----------------------------------------------
Terima Kasih
Posting Komentar