Salman Aristo – salah satu nama yang bertanggungjawab atas kehadiran beberapa judul terpopuler di industri perfilman Indonesia, seperti Laskar Pelangi (2008), Ayat-Ayat Cinta (2008) dan Hari Untuk Amanda (2010) – melakukan debut penyutradaraannya lewat sebuah film omnibus bertajuk Jakarta Maghrib. Dalam film yang juga ia tulis naskahnya ini, Salman berusaha untuk menghadirkan arti dari sebuah waktu maghrib bagi sekelompok kalangan – dalam hal ini, kalangan masyarakat di berbagai sudut kota Jakarta. Lewat lima cerita pendek yang ia hadirkan, Salman dapat dengan bebas menggambarkan maghrib sebagai sebuah waktu transisi dari siang ke malam lewat berbagai genre penceritaan. Usaha yang cukup meyakinkan walau masih belum dapat dikatakan memuaskan secara menyeluruh.
Jakarta Maghrib dimulai dengan cukup manis lewat kisah drama komedi berdurasi 12 menit, Iman Cuma Ingin Nur. Segmen ini berkisah mengenai pasangan suami istri, Iman (Indra Birowo) dan Nur (Widi Mulia). Setelah mengurus sakitnya bayi mereka selama tiga hari berturut-turut, Iman dan Nur memutuskan untuk melakukan hubungan suami istri guna melepaskan segala kepenatan mereka. Sayangnya, rencana tersebut kemudian terganggu dengan waktu maghrib yang segera menjelang serta keberadaan ibu Nur (Yurike Prastica) yang selalu berusaha untuk mencampuri urusan rumah tangga keduanya.
Kisah tersebut kemudian berlanjut dengan drama satir bernuansa relijius Adzan. Merupakan segmen dengan durasi tersingkat – sepanjang 6 menit – Adzan mengisahkan pertemuan antara seorang preman kota Jakarta, Baung (Asrul Dahlan), dengan seorang penjaga sekaligus muazzin sebuah mesjid kampung, Armen (Sjafrial Arifin). Sembari menunggu kedatangan maghrib, sebuah jalinan konversasi yang menarik terjadi antara keduanya, yang umumnya merupakan sebuah usaha satu sama lain mengapa mereka memilih jalan kehidupan yang sedang mereka jalani sekarang. Di akhir kisah, Salman meletakkan sebuah twist yang akan merubah jalan kehidupan dua karakter tersebut untuk selamanya.
Salman Aristo sepertinya mencoba untuk menyerap ilmu yang ia dapat dari para sutradara yang mengarahkan film-film yang naskah ceritanya ia tuliskan dengan kehadiran lima cerita dari berbagai genre di Jakarta Maghrib. Kelima cerita tersebut harus diakui memiliki poin-poin cerita yang cukup menarik, meskipun akhirnya justru terasa datar maupun biasa saja akibat ketiadaan pemaparan konflik yang cukup mendalam dari setiap segmen. Jalinan emosional yang sangat minim dari setiap cerita juga sepertinya akan membuat penonton hanya menonton Jakarta Maghrib daripada turut merasakan apa esensi yang ingin disampaikan Salman pada omnibus ini. Sebuah usaha penyutradaraan awal yang tidak mengecewakan, namun masih jauh dari kesan istimewa.
Jakarta Maghrib dimulai dengan cukup manis lewat kisah drama komedi berdurasi 12 menit, Iman Cuma Ingin Nur. Segmen ini berkisah mengenai pasangan suami istri, Iman (Indra Birowo) dan Nur (Widi Mulia). Setelah mengurus sakitnya bayi mereka selama tiga hari berturut-turut, Iman dan Nur memutuskan untuk melakukan hubungan suami istri guna melepaskan segala kepenatan mereka. Sayangnya, rencana tersebut kemudian terganggu dengan waktu maghrib yang segera menjelang serta keberadaan ibu Nur (Yurike Prastica) yang selalu berusaha untuk mencampuri urusan rumah tangga keduanya.
Kisah tersebut kemudian berlanjut dengan drama satir bernuansa relijius Adzan. Merupakan segmen dengan durasi tersingkat – sepanjang 6 menit – Adzan mengisahkan pertemuan antara seorang preman kota Jakarta, Baung (Asrul Dahlan), dengan seorang penjaga sekaligus muazzin sebuah mesjid kampung, Armen (Sjafrial Arifin). Sembari menunggu kedatangan maghrib, sebuah jalinan konversasi yang menarik terjadi antara keduanya, yang umumnya merupakan sebuah usaha satu sama lain mengapa mereka memilih jalan kehidupan yang sedang mereka jalani sekarang. Di akhir kisah, Salman meletakkan sebuah twist yang akan merubah jalan kehidupan dua karakter tersebut untuk selamanya.
Salman Aristo sepertinya mencoba untuk menyerap ilmu yang ia dapat dari para sutradara yang mengarahkan film-film yang naskah ceritanya ia tuliskan dengan kehadiran lima cerita dari berbagai genre di Jakarta Maghrib. Kelima cerita tersebut harus diakui memiliki poin-poin cerita yang cukup menarik, meskipun akhirnya justru terasa datar maupun biasa saja akibat ketiadaan pemaparan konflik yang cukup mendalam dari setiap segmen. Jalinan emosional yang sangat minim dari setiap cerita juga sepertinya akan membuat penonton hanya menonton Jakarta Maghrib daripada turut merasakan apa esensi yang ingin disampaikan Salman pada omnibus ini. Sebuah usaha penyutradaraan awal yang tidak mengecewakan, namun masih jauh dari kesan istimewa.
Tanggal Rilis : 4 Desember 2010 (Indonesia)
Kualitas Video : DVDrip (BAGUS)
Bintang : Lukman Sardi, Reza Rahadian
Genre : Drama | Comedy|
Bintang : Lukman Sardi, Reza Rahadian
Genre : Drama | Comedy|
----------------------------------------------
Jika Linknya Rusak
Jika Linknya Rusak
atau bingung cara downloadnya
informasikan Disini (Klik Disini)
----------------------------------------------
Terima Kasih
Posting Komentar